Senin, 21 Februari 2011

Tanya Jawab : Tentang Syirik

Pertanyaan : Apa itu syirik ? dan apa saja yang tergolong syirik?


Jawaban :

A. Arti Syirk

Syirik ( شَرك – يشرك – شرك ) ialah menyekutukan Allah I, baik dengan perkataan, perbuatan maupun sikap. Menyekutukan Allah I dengan perkataan dinamakan syirik qauli. Menyekutukan Allah I dengan perbuatan dinamakan syirik fi'li. Sedangkan menyekutukan Allah I dengan sikap dan perasaan dinamakan syirik Qalbi. Itulah pengertian syirik ditinjau dari segi alatnya.

Ditinjau dari segi lain, masih banyak bentuk syirik. Orang yang mempertuhankan selain Allah I secara terang-terangan dinamakan musyrik jalli, yang meyakini adanya tuhan selain Allah I tersembunyi masuk pada musyrik khaffy, dan yang membuat perantara kepada Allah I dinamakan musyrik idlafy. Yang menyembah selain Allah I juga musyrik akbar. Sedangkan yang beribadah kepada Allah I, tapi latar belakang dan tujuannya bukan karena Allah I, masuk pada kelompok syirkul-Ashghar.

Perbuatan musyrik disebut الشِّرك. Perbuatan syirk termasuk kezhaliman yang sangat besar, karena telah memposisikan Allah I sama dengan makhluq-Nya, maka dosanya tidak akan diampuni Allah I. Firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Qs.An-Nisaa (4):48)


B. Aneka Syirk ditinjau dari Caranya

a. Syirk Uluhiyah ialah:

شرك باللهِ بِأَفْعَالِ العبَادِ الَّتِي خَلَقَهُمْ لَهَا وَأوْجَدَهُمْ مِنْ أجْلِهَا

Menyekutukan Allah I dengan perbuatan hamba, padahal Allah I menciptakan untuk ibadah pada-Nya dan menjadikan hamba karena agar ibadah kepada-Nya.

b. Syirk Rububiyah

Ahli aqidah berpendapat bahwa tauhid rububiyah ialah:

شرك باللهِ بِأَفْعَالِهِ كَالْخَلْقِ وَالرِزْقِ وَالإِحْيَاءِ وَالإِمَاتَةِ وَالملكِ وَالتَدْبِيْرِ .

menyekutukan perbuatan Allah I dengan mempercayai adanya yang mengatur yang menciptakan, yang memberi rejeki, yang menghidupkan, yang mematikan, yang berkuasa mutlak yang mengatur segala makhluk selain-Nya.

c. Syirk Fil-Asma was-Shifah

Tauhidul-Asma was-Shifat ialah

أَلإِيْمَانُ بِغيرمَا وُرِدَ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مِنْ أَسْمَاءِ اللهِ وَصِفَاتِهِ الْعُلْي من تَحْرِيْفٍ وَتَعْطِيْلٍ وََ تَكْيِيْفٍ وَ تَأْوِيْلٍ وََ تَشْبِيْهٍ وََ تَمْثِيْلٍ .

percaya kepada apa yang tidak dijelaskan dalam al-Qur'an dan as-Sunnah tentang asma Allah I dan sifat-sifat-Nya yang Maha Mulia dengan mengubah, penolakan, mempertanyakan bagaimana bentuknya, mencari-cari kesimpulan, tanpa penyerupaan perumpamaan.

Firman Allah I menandaskan:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَ هُوَ السَّمِيْعُ البَصِيْر

Tiada suatu apa pun yang sama dengan Allah. Dialah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS As-Syura : 11)


C. Aneka Syirk ditinjau dari Bentuknya

Ditinjau dari aspek bentuknya, syirik itu terdiri dari Ashghar (kecil), dan akbar (besar). Syirik besar ialah melakukan penyembahan kepada selain Allah I, baik secara langsung, seperti menyembah patung atau pun tidak langsung, seperti membuat perantara. Syirik kecil ialah beribadah dan menyembah kepada Allah I tapi latar belakang dan tujuannya bukan untuk mencari ridla Allah I, seperti riya. Rasulullah r bersabda:

قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَ كَ فِيْهِ مَعِيْ غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْ كَهُ

Allah berfirman "Aku lebih kaya dari semua yang disekutukan, maka barangsiapa beramal sesuatu perbuatan yang dipersekutukan kepada yang lain, maka Aku tinggalkan ia dengan sekutunya. (Hr. Muslim dari Abi Hurairah, shahih Muslim, II h.2289)

Menurut hadits qudsi ini, Allah I tidak akan bisa dikalahkan bahkan tidak bisa ditandingi oleh apa pun. Jika ada manusia beramal bukan untuk mencari ridla Allah I, maka oleh Allah I tidak akan diberi pahala. Orang yang beramal seperti itu nilainya hanya dari para sekutunya, di sisi Allah I adalah sia-sia.


D. Aneka Syirk ditinjau dari Sifatnya

Ditinjau dari aspek sifatnya, syirik itu terdiri dari syirk jally, syirk khafy dan syirkidlafy.


(1) Syirk Jally ialah melakukan penyembahan kepada selain Allah I secara terang-terangan seperti yang dilakukan ayah nabi Ibrahim yang menyembah berhala, sehingga dipertanyakan anaknya:

أَ تَتَّخِذُوا أَصْنَامًا آلِهَةً إِ نِّيْ أَرَىكَ وَ قَوْمَكَ فِي ضَلاَلٍ مُبِيْنٍ

Apakah engkau menjadikan berhala sebagai tuhan. Sungguh menurut pendapatku, engkau dan kaummu itu berada dalam kesesatan yang nyata. (QS. Al An’aam (6):74)


(2) Syirik Khaffy ialah melakukan penyembahan kepada selain Allah I dengan tersembunyi dalam hati. Orang yang melakukan demikian, mungkin saja lahiriyahnya ibadah kepada Allah I, shalat, zakat atau pun haji. Namun isi hatinya bukan untuk Allah I, melainkan untuk manusia atau kepentingan dunia. Ditinjau dari sifatnya, riya termasuk syirik Khaffy.


(3) Syirik Idlafi ialah membuat perantara kepada Allah I. Orang jahiliyah menjadikan berhala seperti latta dan uzza sebagai perantara dalam ibadah. Orang nashrani ada pula yang menjadikan Yesus sebagai juru selamat dan juru penyampai du'a. Kaum muslimin pun ada juga yang menjadikan para wali atau jin, malaikat sebagai perantara ke-pada Allah I. Membuat perantara kepada Allah I dalam du'a termasuk perbuatan syirik sebagaimana ditandaskan

و الَّذِيْن اتَّخَذُوْا مِنْ دُونِ اللهِ أوْلِياءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ لِيُقَرِّ بُوْ نَا إِلَى اللهِ زُلْفَى

Orang musyrik itu berkata kami tidak menyembah berhala, melainkan hanya kami jadikan sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. (QS. Az-Zumaar (39) : 3)

Menurut ayat ini orang yang menjadikan sesuatu sebagai perantara dalam pendekatan diri kepada Allah I termasuk golongan musyrik.



E. Aneka Syirk ditinjau dari Alat dan caranya

Ditinjau dari aspek alat dan tempatnya, syirik itu terdiri dari syirk fil-Aqwal, syirk fil-Af'al, dan syirik fil-Iradah wan-niyyah.

(1) Syirk fil Aqwal (dalam ucapan)

Yaitu mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak tepat diucapkan ditinjau dari kedudukan Allah I sebagai Tuhan. Contohnya antara lain bersumpah dengan menggunakan nama selain Allah I. Rasul r bersabda:

مَنْ حَلَفَ بِشَيْ ءٍ دُوْنَ اللهِ فَقَدْ أَشْرَكَ

Barangsiapa yang bersumpah dengan sesuatu selain Allah, maka ia telah berbuat syirik. (Hr. Ahmad, Musnad ahmad, I h.47, yang dianggap shahih oleh Hakim dan Ibn Hibban).

Dalam kehidupan keluarga sering ditemukan syirik pada perkataan semacam ini, baik dalam sumpah atau dalam ucapan-ucapan tertentu.

(2) Syirk Fil-Af'al (perbuatan)

Yaitu melakukan suatu perbuatan yang seharusnya ditunjukkan kepada Allah I, tapi ditunjukkan kepada yang lain. Adapun ibadat yang harus dipusatkan kepada Allah I dan tidak boleh ditunjukkan kepada yang lain antara lain: gerakan seperti yang dilakukan dalam shalat, berdu'a, istighatsah, isti'adzah, nadzar, penyembelihan dan qurban. Perbuatan semacam ini harus ditunjukkan kepada Allah I. Jika ditunjukan kepada selain-Nya, maka termasuk perbuatan syirik fil-Af'al. Kebiasaan yang sering dilakukan oleh sebagian masyarakat, padahal termasuk syirik fil-af'al antara lain sujud ke telapak kaki ibu dalam sungkem, mencuci telapak kaki orang tua kemudian meminum airnya. Cara yang demikian perlu dibersihkan dari keluarga muslim.

(3) Syirk Fin-Niyah wal-Iradah (tujuan dan kehendak)

Syirk fi al-Niyah wal-iradah ialah melakukan suatu perbuatan bukan dilatar belakangi ibadah. Ditinjau dari aspek ini, ria termasuk syirk fin-Niyyah.



F. Aneka Syirk ditinjau dari aspeknya

di simping dari sudut caranya, syrik juga dapat dilihat dari segi cabangnya seperti berikut.


(1) Tahayul dan khurafat,

Ditinjau dari aspek caranya, syirik yang harus dibersihkan itu adalah tahayul dan khurafat. Tahayul ialah kepercayaan kepada yang dighaibkan, padahal tidak bersumber pada apa yang diterangkan dalam al-Qur'an atau al-Sunnah. Kepercayaan yang termasuk tahayul antara lain seperti percaya pada adanya ruh orang mati bisa bangkit. Sedangkan khurafat ialah mengaitkan kejadian lahiriyah dengan unsur keghaiban. Contohnya antara lain terjadi gerhana dikaitkan dengan kelahiran atau kematian seseorang.


(2) Jibt dan thaghut,

Ditinjau dari aspek objek yang biasa dipertuhan musyrik, antara lain Jibt dan Thaghut. Allah I berfirman:

ألَمْ تَر إِلَى الَّذِيْنَ أُوْ تُوْا نَصِيْبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُوْنَ بِالْجِبْتِ وَ الطَّاغُوْتِ وَ يَقُوْلُوْنَ لِلَّذِيْنَ كَفَرُوْا

هاؤُلآءِ أَهْدَى مِنَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا سَبِيْلاً

Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang diberi bagaian dari kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mereka mengatakan kepada orang-orang kafir, bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. (Qs.An-Nisaa (4) : 51)

Dengan nada bertanya, ayat ini mengecam orang yang telah menerima kitab tapi masih mempercayai jibt dan thaghut. Pertanyaan semacam ini berfungsi pelecehan terhadap orang yang dipertanyakan. Mengapa mereka telah menerima kitab sebagai petunjuk, masih saja percaya pada jibt dan thaghut.

Jibt ialah segala sesembahan selain Allah I, baik yang berbentuk barang seperti berhala ataupun yang dianggap ghaib seperti yang dilakukan pedukunan. Jimat, batu yang dikeramatkan, adalah termasuk jibt. Sedangkan thaghut ialah ajaran yang tidak bersumber pada wahyu Allah I. Ilmu-ilmu kebathinan yang tersebar di masyarakat kebanyakan tergolong pada thaghut. Sedangkan gurunya dijadikan jibt. Ilmu kebathinan itu pada garis besarnya digolongkan kepada dua golongan, yaitu ilmu putih dan ilmu hitam. Ilmu putih biasanya menggunakan ayat-ayat al-Qur'an untuk praktik sihir. Sedangkan ilmu hitam biasa menggunakan mantera yang bersumber pada bahasa khusus pedukunan, seperti 'jangjawokan', dan kejawen.

Ditinjau dari ilmu tauhid sebenarnya baik yang putih maupun yang hitam termasuk ajaran thaghut. Walaupun yang putih itu menggunakan kalimat-kalimat al-Qur'an, tapi cara penggunaannya tidak bersumber pada al-sunnah. Rasul r tidak mengajarkan ayat-ayat al-Qur'an untuk alat hidup. Yang diajarkan Rasulullah r adalah tentang bagaimana menjadikan al-Qur'an sebagai pedoman hidup. Orang yang mengaku beriman pada kitab, tapi masih percaya pada jibt dan thaghut, akan memikul akibat yang sangat berat. Firman Allah I menandaskan:

أُلَئِكَ الَّذِيْنَ لَعَنَهُمُ اللهُ وَ مَنْ يَلْعَنِ اللهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ نَصِيْرًا

Mereka itulah orang yang dikutuk Allah. Barang siapa yang dikutuk Allah, niscara kamu tidak akan memperoleh penolong baginya. (Qs.An-Nisaa (4) : 52)

Menurut ayat ini, akibat yang dipikul oleh orang yang mempercayai jibt danthaghut, adalah kutukan Allah I menimpanya. Sedangkan orang yang dikutuk Allah I tidak akan mendapat pertolongan dari siapa pun.

Tanya Jawab : Menjembatani Ikhtilaf

Pertanyaan : “Bagaimana cara menjembatani ikhtilaf/perbedaan dalam hal ibadah supaya tidak terjadi persinggungan di tengah masyarakat? “

Jawaban :

Kita lihat Istilah (اخْتِلاَ فِ) atau (اخْتَلَفَ) atau (اخْتَلَفُوا) dari Al Qur’an :

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَ احِدَ ةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِ ينَ وَ مُنْذِرِ ينَ وَ أَ نْزَ لَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَ مَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلاَّ الَّذِينَ أُو تُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَ تْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْـيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَ ى اللَّهُ الَّذِ ينَ آَمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْ نِهِ وَ اللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَ اطٍ مُسْتَقِيمٍ [البقرة/213]

Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS Al Baqarah (2) : 213)


إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ اْلإِسْلاَ مُ وَ مَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُو تُوا الْكِتَابَ إِلاَّ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَ هُمُ الْعِلْمُ بَغْـيًا بَيْنَهُمْ وَ مَنْ يَكْفُرْ بِآَ يَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِ يعُ الْحِسَابِ [آل عمران/19]

Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS Ali Imran (3) : 19)

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَ اتِ وَ اْلأَرْضِ وَ اخْتِلاَ فِ اللَّيْلِ وَ النَّهَارِ لآَ يَاتٍ ِلأُو لِي اْلأَ لْبَابِ [آل عمران/190]

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (QS Ali Imran (3) : 190)


إِنَّ فِي اخْتِلاَ فِ اللَّيْلِ وَ النَّهَارِ وَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَ اتِ وَ اْلأَرْضِ لآَ يَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَّقُونَ [يونس/6]

Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa. (QS Yunus (10) : 6)


وَ هُوَ الَّذِي يُحْيِي وَ يُمِيتُ وَ لَهُ اخْتِلاَ فُ اللَّيْلِ وَ النَّهَارِ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ [المؤمنون/80]

Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak memahaminya? (QS Al Mu’minuun (23) : 80)


إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَ اتِ وَ اْلأَرْضِ وَ اخْتِلاَ فِ اللَّيْلِ وَ النَّهَارِ وَ الْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِ ي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَ مَا أَ نْزَ لَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ اْلأَرْضَ بَعْدَ مَوْ تِهَا وَ بَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَ ابَّةٍ وَ تَصْرِيفِ الرِّ يَا حِ وَ السَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَ اْلأَرْضِ لآَ يَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ [البقرة/164]

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS Al Baqarah (2) : 164)

وَ مِنْ آَ يَا تِهِ خَلْقُ السَّمَاوَ اتِ وَ اْلأَرْضِ وَ اخْتِلاَ فُ أَ لْسِنَتِكُمْ وَ أَ لْوَ انِكُمْ إِنَّ فِي ذَ لِكَ لآَ يَاتٍ لِلْعَالِمِينَ [الروم/22]

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. (QS Ar-Ruum (30) : 22)


وَ اخْتِلاَ فِ اللَّيْلِ وَ النَّهَارِ وَ مَا أَ نْزَ لَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ رِزْقٍ فَأَحْيَا بِهِ اْلأَرْضَ بَعْدَ مَوْ تِهَا وَ تَصْرِيفِ الرّ ِيَا حِ آَ يَاتٌ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ [الجاثية/5]

dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkanNya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal. (QS Al Jaatsiyah (45) : 5)


وَ مِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَ النَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ [القصص/73]

dan pada dijadikan (pergantian) malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkanNya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal. (QS Al Qashash (28) : 73)


ذَ لِكَ بِأَنَّ اللَّهَ نَزَّ لَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ وَ إِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِي الْكِتَابِ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ [البقرة/176]

Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan Al Kitab dengan membawa kebenaran; dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh. (QS Al Baqarah (2) : 176)


وَ آَ تَيْنَا هُمْ بَيِّنَاتٍ مِنَ اْلأَمْرِ فَمَا اخْتَلَفُوا إِلاَّ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَ هُمُ الْعِلْمُ بَغْـيًا بَيْنَهُمْ إِنَّ رَ بَّكَ يَقْضِي بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ فِيمَا كَا نُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ [الجاثية/17]

Dan Kami berikan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata tentang urusan (agama); maka mereka tidak berselisih melainkan sesudah datang kepada mereka pengetahuan karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Sesungguhnya Tuhanmu akan memutuskan antara mereka pada hari kiamat terhadap apa yang mereka selalu berselisih padanya. (QS Al Jaatsiyah (45) : 17)


Dari firman Allah diatas makna ikhtilaf adalah :


· Pada surat Ali Imran ayat 19 kata ikhtilaf diartikan berselisih yang terjadi akibat kedengkian.


· Pada surat Ali Imran ayat 190, kata ikhtilaf diartikan silih berganti.


· Pada surat Ar-Ruum ayat 22 kata ikhtilaf berarti berlain-lainan dan dalam surat Al Qashash ayat 73 dijelaskan ikhtilafnya siang dan malam adalah suatu rahmat dari Allah untuk semua hambanya.


Terlihatlah bahwa kata ikhtilaf terkadang diterjemahkan sebagai : perselisihan, perbedaan, pertukaran, silih berganti, dan berlain-lainan. Bagaimana kita bersikap dengan ikhtilaf yang ada di masyarakat dan menjadi jembatan supaya mereka bisa saling menghormati?, maka melihat dari firman Allah :

وَ مَا أَ نْزَ لْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلاَّ لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ وَ هُدًى وَ رَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ [النحل/64]

Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS An-Nahl (45) : 16)

وَ مِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَ النَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ [القصص/73]

dan pada dijadikan (pergantian) malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkanNya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal. (QS Al Qashash (28) : 73)


Ikhtilaf adalah suatu keniscayaan (kebiasaan dan kepastian) yang terjadi dalam hidup seperti siang dan malam, antara pro dan kontra, setuju dan tidak setuju, sepakat dan tidak sepakat, tetapi jika dikaji secara keilmuan yang mendasari perbedaan tersebut maka masalah bisa terselesaikan dengan baik dan benar, berarti mereka berselisih hanya sebatas ijtihad, bukan sesuatu yang mendasar, karena berpijak dengan Alqur'an dan As-sunnah yang sama.


Ikhtilaf biasanya seringkali terjadi karena bedanya pemahaman dan penafsiran terhadap Alqur'an dan Assunnah, jika hal ini dirembukkan niscaya ada jalan keluar, karena ikhtilaf adalah sesuatu perbedaan ijtihad dan tidak mengarah kepada permusuhan dan percerai beraian, itulah arti secara kata, jadi sesuatu yang masih bisa dirundingkan, dan bisa selesai jika diperdalam keilmuannya.


Jika perbedaan itu sesuai dengan keyakinan yang difahami karena beda penafsiran dengan landasan Alquran dan As-sunnah serta tidak membuat hal-hal yang baru, maka kita wajib menghormatinya. Contoh kongkrit : tarawih yang sebelas rakaat dan dua puluh tiga rakaat, posisi menunjuk tangan dalam tasyahud ada yang dari awal ada yang ditengah-tengah ketika syahadat, adzan jumat yang sekali dan dua kali, dzikir yang disirkan (dalam hati) dan yang dikeraskan, niat yang dilafadzkan dan disirkan dalam hati.


Bahkan pada abad kepemimpinan Islam mencapai keemasannya, lahirlah empat ulama besar yang dikenal di seluruh dunia. Mereka adalah Abu Hanifah, Malik, Syafi'ie dan Ahmad bin Hanbal. Keempat ulama tersebut adalah ahli Alqur'an dan pembela sunnah Rasulullah. Mereka tidak hanya ahli dalam kajian dan keilmuan semata, tetapi juga dikenal sebagai ahli ibadah dan pejuang pembela agama Allah yang telah mengamalkan Alqur'an dan As-sunnah dalam kehidupan sehari-hari. Dan mereka adalah para penghafal Alqur'an semenjak usia dini, mereka juga memahami Alqur'an dan As-sunnah secara mendalam, sehingga menjadi teladan dan acuan masyarakat muslim di dunia. Namun demikian, perbedaan pendapat antar mereka dalam beberapa masalah keagamaan tidak dapat dihindari. Apakah diantara kita ada yang berani mengatakan bahwa perbedaan fiqih antara mereka terjadi karena akibat mereka jauh dari Alqur'an dan As-sunnah?.


Perhatian mereka terhadap 2 landasan hukum Islam tersebut justru sangat mendalam dan sangat hati-hati, dan mereka berusaha supaya hukum-hukum tersebut bisa diamalkan dengan mudah dan menjadi keseharian umat Islam, tanpa meninggalkan esensi hukum tersebut, inilah yang tekadang menjadi perbedaan, karena situasi dan kondisi tempat, budaya, kondisi kejiwaan dan keimanan masyarakat yang diberikan fatwa ijtihad. Bahkan merekapun terkenal pula dengan kajian-kajian haditsnya sehingga bisa membedakan kajian hadits shahih sampai palsu sekalipun, diantara karya-karya mereka kita mengenal : Muwathonya Imam Malik, Musnadnya Imam Syafi'ie dan Musnadnya Imam Ahmad.


Jika perbedaan yang ternyata keduanya punya dalil dan masing-masing menyerang saling melemahkan dan menguatkan pendapatnya, dan masing-masing tukuh (keukeuh peuteukeuh) dengan mengutak-ngatik saling menyalahkan apalagi membid'ahkan, saya yakin bentrokan yang semestinya tidak terjadi jadi semakin meruncing, bahkan membuat ukhkuwah hancur. Maka jika itu terjadi, hal ini mengarah kepada tafaroko dan tanazu'.


Kita bahas apa itu tafaroko dan tanazu' ?[1]


Didalam Alqur'an yang biasa diterjemahkan dengan kata berbeda atau berlainan itu ada berbagai kata , yaitu :

تنازع - اختلف - تفرق

Walaupun penterjemahannya sama tetapi mempunyai makna yang berbeda, karena tidak semata-mata Allah memberikan kata, jika tidak mempunyai makna yang berbeda Al qur'an bukanlah bahasa yang boros, bisa jadi katanya diulang-ulang sama, tetapi maknanya berbeda antara yang satu dengan yang lain, apalagi ini katanya berbeda.


Kita lihat makna Tanazu' pada ayat berikut :


يَا أَ يُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَ أَطِيعُوا الرَّسُولَ وَ أُو لِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْ ءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَ الرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْ مِنُونَ بِاللَّهِ وَ الْيَوْمِ اْلآَخِرِ ذَ لِكَ خَيْرٌ وَ أَحْسَنُ تَأْوِيلاً [النساء/59]

Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An_Nisaa (4) : 59)


Perintah ayat ini banyak mengandung makna :


· Perintah ditujukan kepada kamu yang beriman untuk taat kepada Allah dan RasulNya.


· Taat kepada pemimpin yang diangkat atau dipilih dari golongan orang-orang yang beriman termasuk yang telah diperintahkan.


· Kata (أَطِيعُوا) hanya terulang 2 kali pada Allah dan RasulNya, hal ini menunjukkan bahwa perintah taat kepada pemimpin berbeda kedudukannya dengan perintah taat kepada Allah dan RasulNya.


· Karena ketaatan kepada pemimpin sangat terbatas dan tidak mutlak sehingga kata (أَطِيعُوا) tidak disertakan didepan pemimpin, sangat mungkin dilapangan akan muncul masalah yang mengundang perdebatan umat. Masalah ini tidak boleh dibiarkan berlalu tanpa dicarikan solusinya. Apabila masalah tersebut diserahkan kepada pemimpin, boleh jadi bukan mencapai solusi, tetapi justru melahirkan masalah baru.


· Karena itu apabila terjadi perdebatan dalam suatu urusan, janganlah diserahkan kepada pemimpin, tetapi kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya, yaitu Alqur'an dan Assunnah.


· Mengembalikan suatu urusan kepada Alqur'an dan Assunnah, tidak dapat berlangsung tanpa pemahaman yang benar.


· Tidak ada yang dapat diharapkan untuk menjelaskan kandungan Alqur'an dan Assunnah selain ahlinya, yaitu para ulama. Dengan kata lain : apabila terjadi perdebatan pandangan dalam urusan social, politik, atau urusan lain yang berkaitan dengan keduniaan, janganlah menunggu penyelesaian dari para pemimpin tanpa berkonsultasi kepada para ulama. Perhatikanlah fatwa para ulama yang senantiasa memerhatikan masalah dunia berdasarkan Alqur'an dan Assunnah yang disertai dengan taqarrub kepada Allah.


· Artinya : taatilah Allah dan taatilah RasulNya dalam segala hal tanpa batas dan taatilah para pemimpin kamu selama tidak melanggar aturan Allah. Apabila terjadi perdebatan dalam suatu urusan, baik yang berhubungan dengan masalah politik, ekonomi, social, budaya maupun hal lainnya yang tidak menemukan titik temu, datangilah para ulama Alqur'an dan Assunnah, serta mintalah kepada mereka fatwanya untuk dijadikan pegangan bagi pemimpin dan masyarakat.


· Dengan demikian jelaslah bahwa kedudukan para ulama diatas pemerintah sebab ulama adalah pewaris nabi.


Ayat ini ternyata tidak berbicara tentang perbedaan pendapat antara ahli ilmu, tidak pula berbicara masalah fiqih hukum, tetapi ayat ini berbicara tentang hakikat taat dan menekankan tentang masalah aqidah atau menekankan tentang ketauhidan kepada Allah dalam bertahkim (menetapkan) hukum. Artinya tidak ada yang berhak ditaati mutlak selain Allah. Dengan demikian, statement yang mengatakan bahwa perbedaan masalah ibadah yang terjadi di tengah masyarakat tidak akan muncul kecuali karena kejahilan mereka dan jauhnya mereka dengan Alqur'an dan As-sunnah tidak ada hubungannya dengan ayat ini. Terutama apabila kita perhatikan makna dari kata (تَنَازَعْتُمْ). Menurut Ibnu Mazhur kata (تَنَازَعْتُمْ) berarti "bermusuhan" [2].


Perbedaan pendapat pada fiqih ibadah tidak mencapai pada taraf permusuhan. Bahkan perbedaan pendapat tersebut sering memberikan dorongan untuk berlomba dalam mendalami ilmu dan beramal untuk lebih maju. Inilah perbedaan yang terjadi di kalangan ulama yang senantiasa merendahkan diri dihadapan Allah.


Mengapa statement itu muncul?. Memperhatikan dalil yang digunakan, ternyata kurangnya pemahaman terhadap kata (تَنَازَعْتُمْ) yaitu mengartikan kata tanazu' yaitu diambil dari kata kerja تنازع (berlainan pendapat sampai pada taraf permusuhan) disamakan dengan arti kata ikhtilaf yang diambil dari kata kerja اختلف (berbeda). Namun dalam terjemahan resmi DEPAG, kedua kata ini tampak memiliki arti yang sama, yaitu sama-sama diartikan berlainan. [3]


Jadi ikhtilaf adalah perbedaan yang tidak sampai pada taraf permusuhan bahkan dicarikan solusi secara keilmuan guna mencapai taraf kesepakatan untuk diamalkan bersama-sama oleh umat. Sedangkan tanazu' perbedaan sudah mengarah pada taraf permusuhan sehingga harus kembali mengambil sikap meminta nasihat para ulama berdasarkan sumber pokok Islam. Dan tafaroqo kita lihat firman Allah :

وَ اعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَ لاَ تَفَرَّقُوا وَ اذْ كُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَ اءً فَأَ لَّفَ بَيْنَ قُلُو بِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَ ا نًا وَ كُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَ ةٍ مِنَ النَّارِ فَأَ نْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَ لِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَ يَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ [آل عمران/103]

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.


Jika gara-gara ikhtilaf dan tanazu sampai bercerai berai, ingatlah kepada tali pokok syahadat dan talinya Allah (Alqur'an dan As-sunnah) jangan bercerai berai dan menghancurkan ukhkuwah, masa harus kembali kepada zaman jahiliyah……makanya sekali lagi mari berpegang teguh dengan Talinya Allah, pelajari dengan seksama petunjukNya, tingkatan dan eratkan persaudaran walaupun terkadang ada perbedaan, selama perbedaan itu hanya sebatas cabang bukan hal yang pokok. Wallahu ‘alam



[1] KH. Saiful Islam Mubarak, Lc, Fikih Kontroversi jilid 1, hal 4-12, PT Syamil Cipta Media, Bandung, September 2007.

[2] Lihat lisanul Arab jilid VIII : 352.

[3] Lihat Terjemahan Departemen Agama RI dalam QS (30) : 22.